Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd. (Guru Besar UIN STS Jambi)
Abstrak
Redaksijambi.com.-Islam di Jambi menawarkan narasi unik yang sering terabaikan dalam diskursus Islam Nusantara. Berbeda dari jalur konvensional, Islam Jambi dicirikan oleh multipolaritas sumber, mulai dari pedagang Arab di jalur Makkah/Arabia abad ke-1 H/7 M, hingga pelembagaan oleh tokoh yang dikaitkan dengan Kesultanan Turki Utsmaniyah di abad ke-9 H/15 M. Paper ini menguraikan kekhasan historis tersebut, mengaitkannya dengan potensi Jambi sebagai pelabuhan global (Sungai-Laut) dan pusat peradaban (Candi Muaro Jambi) sejak abad ke-7 M. Analisis diperkuat oleh tinjauan kritis terhadap teori-teori sejarah dari pakar global (Cina, Belanda, Timur Tengah) dan studi mengenai Tarekat yang berkembang. Temuan utama menunjukkan bahwa kolaborasi harmonis antara Islam dan Adat Melayu Jambi melalui filosofi “Adat Bersendi Syarak” merupakan kunci bagi Islamisasi yang damai dan inklusif, menjadikan Jambi sebagai model dialog peradaban yang layak mendapat sorotan global.
Kata Kunci: Islam Jambi, Melayu Jambi, Teori Makkah, Datuk Paduko Berhalo, Candi Muaro Jambi, Tarekat.
A. Asal Usul Islam Jambi: Melacak Jejak Multipolaritas yang Berbeda
Landasan Teologis: Perintah Penyebaran Islam (Dakwah) dan Rahmat
Motivasi para da’i dan ulama yang mencapai Jambi berakar pada pemahaman teologis mendalam terhadap misi universal Islam, melampaui kepentingan dagang semata.
1. Misi Universal dan Penghapusan Batas Geografis
Perintah untuk menyebarkan risalah kepada seluruh manusia menjadi otorisasi bagi perjalanan jauh ulama ke Nusantara.
Hadis Universalitas Risalah: Rasulullah bersabda, “Dahulu, seorang nabi diutus khusus kepada kaumnya saja, sementara aku diutus kepada seluruh umat manusia secara umum” (Sahih Bukhari, Hadis No. 335).
Syarh Hadis (Ibnu Hajar): Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa Hadis ini secara eksplisit menghapus batasan geografis dan etnis (Ibnu Hajar, jilid 6: 153). Implikasinya, misi ulama dari Makkah/Arabia ke Jambi adalah pemenuhan perintah langsung Nabi untuk menyampaikan risalah kepada seluruh nās (umat manusia), menjadikan wilayah Melayu Jambi sebagai lahan dakwah.
2. Metode Hikmah dan Penyampaian Kebaikan
Ayat dan hadis juga mengatur cara dakwah, yang sesuai dengan Islamisasi damai Jambi.
Ayat Hikmah: Surah An-Naḥl ayat 125, memerintahkan dakwah dengan hikmah (kebijaksanaan). Perintah ini memandu ulama untuk menyesuaikan penyampaian Islam dengan budaya Melayu Jambi (Ibnu Katsir, jilid 4: 597).
Hadis Penyampaian: Hadis riwayat Bukhari menegaskan, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (Sahih Bukhari, Hadis No. 3461). Ini memotivasi ulama yang memiliki pengetahuan, betapapun sedikitnya, untuk melakukan perjalanan jauh ke Jambi, menjadikan perjalanan dakwah sebagai prioritas fardhu kifayah.
1. Fase Kontak Awal: Jalur Langsung dari Arabia (Makkah) (Abad ke-1 H / Abad ke-7 M)
Narasi ini bersandar pada Teori Makkah (Hamka, 1958: 45), yang menegaskan Islam datang langsung dari Arabia (Hijaz) pada abad ke-7 Masehi (c. 30 H). Dukungan historisnya sangat kuat:
Diplomatik: Kontak surat-menyurat dari penguasa Sumatera (Melayu/Jambi) kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (c. 718 M / 99 H) membuktikan relasi politik-keagamaan langsung dengan pusat Islam awal (Ricklefs, 2008: 55).
Geografis dan Ekonomi: Jambi (Kerajaan Melayu) adalah hub peradaban yang tercatat I-Tsing (Shih, 695 CE: 15), terbuka bagi pedagang Arab Muslim yang melayari Jalur Sutra Maritim (Reid, 1993: 155). Penekanan pada Madzhab Syafi’i di Jambi juga menguatkan asal usul Arab, karena Madzhab ini dominan di Makkah.
2. Fase Pelembagaan: Titik Balik Turki dan Asimilasi (Abad ke-9 H / Abad ke-15 M)
Pelembagaan Kesultanan Islam Jambi terjadi sekitar Abad ke-15 M (c. 885 H). Tokoh utamanya, Datuk Paduko Berhalo (Ahmad Barus), secara tradisi dikaitkan dengan Kesultanan Turki Utsmaniyah. Ini menunjukkan adanya jalur Islamisasi yang berbeda (Turki), melengkapi narasi Arabia, yang dikuatkan melalui pernikahan politik dengan Putri Selaras Pinang Masak (Mukty Nasruddin, 1999: 11). Narasi Turki ini menarik karena menyiratkan koneksi Kesultanan Jambi dengan pusat kekhalifahan yang berorientasi ke Barat, bukan hanya ke Asia Selatan.
3. Fase Penguatan dan Keilmuan: Kontribusi Hadrami (Yaman) (Abad ke-11 H / Abad ke-17 M)
Pada fase ini, ulama Hadrami (Yaman) memainkan peran sebagai ikutan yang memperkuat struktur keilmuan Islam yang sudah ada. Mereka bukan pembawa Islam pertama, tetapi penguat ajaran. Kedatangan mereka di abad ke-17 M hingga ke-19 M, seperti Habib Husein Al-Baraqbah, memperkokoh praktik Madzhab Syafi’i dan jaringan Tarekat, memastikan kesinambungan tradisi sunni yang kuat dan moderat (Freitag & Clarence-Smith, 1997: 120-125). Kontribusi Hadrami memastikan Islam di Jambi memiliki akar keilmuan yang mendalam.
B. Teori Sejarah Islam Jambi dari Sudut Pandang Global
1. Sumber Asia Timur (Cina): Jambi sebagai Hub Peradaban Kosmopolitan
Catatan Tiongkok memberikan konteks kuat bahwa Jambi sudah menjadi kosmopolitan sebelum Islam menjadi agama mayoritas. I-Tsing (Shih, 695 CE: 15) mencatat Melayu/Jambi sebagai pusat studi Buddha terkemuka di abad ke-7 M. Keterbukaan ini secara historis memfasilitasi interaksi damai dengan pedagang Muslim Tiongkok di pelabuhan Jambi, terutama pada masa Dinasti Ming (Garnaut, 2008: 150), menegaskan multipolaritas sumber Islam Jambi.
2. Historiografi Eropa (Belanda): Kekuatan Politik dan Ekonomi Islam
Geopolitik Ekonomi: O. W. Wolters (Wolters, 1967: 110-115) menjelaskan kekuatan Jambi sebagai pelabuhan sungai-laut yang menguasai perdagangan emas dan rempah melalui Sungai Batanghari. Lokasi ini menarik perhatian VOC/Belanda.
Ideologi Perlawanan: Elsbeth Locher-Scholten (Locher-Scholten, 1994: 40-45) menganalisis peran Islam sebagai ideologi pemersatu dan perlawanan Kesultanan Jambi melawan Belanda. Di bawah Sultan Thaha Saifuddin, Islam menjadi kekuatan politik yang dominan, membuktikan bahwa agama memiliki peran sentral dalam kedaulatan negara Jambi.
C. Mazhab Fikih dan Ragam Tarekat yang Mengakar di Jambi
Secara syariat, Jambi berpegangan pada Madzhab Syafi’i, yang sesuai dengan tradisi ulama Hadrami dan Makkah. Secara spiritual, kehidupan beragama didominasi oleh Tarekat Mu’tabarah. Tarekat Naqsyabandiyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) berfungsi sebagai pusat pendidikan tasawuf. Martin van Bruinessen (Van Bruinessen, 1996: 180) menunjukkan jaringan ulama Tarekat ini memastikan Islam Jambi tetap moderat, fokus pada akhlak, dan terintegrasi dengan budaya lokal.
D. Potensi Jambi: Primadona dan Destinasi Global Sepanjang Sejarah
Jambi adalah primadona global, didukung oleh:
Pelabuhan Sungai-Laut Terbesar: Sungai Batanghari adalah urat nadi perdagangan, menjadikan Jambi titik transit strategis antara komoditas pedalaman dan Selat Malaka.
Destinasi Pendidikan Peradaban: Candi Muaro Jambi (Abad ke-7 M) adalah bukti bahwa Jambi pernah menjadi pusat studi Buddha terkemuka di Asia Tenggara, setara Nalanda (Moens, 1937: 90).
Destinasi Ekowisata Kontemporer: Geopark Merangin (UNESCO Global Geopark), Gunung Kerinci, dan Teh Kayu Aro menjaga daya tarik Jambi di kancah global.
E. Koneksi Jambi dengan Agama Dunia: Laboratorium Dialog
Islam Jambi adalah model akulturasi yang sukses. Filosofi kunci “Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah” (Usman Abu Bakar, 1992: 57) memastikan Islam sebagai norma tertinggi, namun adat istiadat Melayu yang baik tetap diakomodasi. Koeksistensi damai dengan peninggalan Hindu-Buddha serta komunitas minoritas membuktikan bahwa Islam Jambi adalah model inklusif yang berhasil mengelola pluralitas secara efektif.
F. Penutup
Islam Jambi, dengan multipolaritas historisnya (Arabia, Turki, Yaman) dan kolaborasinya yang erat dengan budaya Melayu, adalah narasi yang esensial. Jambi membuktikan bahwa Islam datang secara damai, memanfaatkan jaringan perdagangan global, dan berasimilasi sempurna dengan budaya Melayu. Paper ini mendorong komunitas akademis global untuk menjadikan Jambi sebagai fokus studi utama tentang akulturasi dan koeksistensi Islam di Asia Tenggara, sebagai model yang layak ditiru oleh dunia.
Referensi:
Andaya, B. W. (1980). The History of Johor (1641-1728). Oxford University Press. (Hlm. 86-88).
Andaya, L. Y. (1993). The Search for the “Origin” of Malayu. University of Hawaii Press. (Hlm. 45-50).
Freitag, U., & Clarence-Smith, W. G. (Eds.). (1997). Hadrami Traders, Scholars, and Statemen in the Indian Ocean, 1750s-1960s. E. J. Brill. (Hlm. 120-125).
Garnaut, C. (2008). Chinese Navigators: The Voyages of Zheng He. Longman Publishing. (Hlm. 150).
Hamka. (1958). Sejarah Umat Islam. Bulan Bintang. (Hlm. 45-50).
Locher-Scholten, E. (1994). Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism, 1830-1907. Cornell University Press. (Hlm. 40-45).
Miksic, J. N. (2009). Old Javanese Inscriptions. KITLV Press. (Hlm. 102).
Moens, J. L. (1937). Çrivijaya, Yāva en Kaṭāha. Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde. (Hlm. 90).
Mukty Nasruddin, A. (1999). Jambi Dalam Sejarah Nusantara 692-1949. Stensilan. (Hlm. 11).
Reid, A. (1993). Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450–1680. Vol. 2. Yale University Press. (Hlm. 155).
Ricklefs, M. C. (2008). A History of Modern Indonesia Since c. 1200 (4th ed.). Stanford University Press. (Hlm. 55).
Van Bruinessen, M. (1996). Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Mizan. (Hlm. 180).
Wolters, O. W. (1967). Early Indonesian Commerce: A Study of the Origins of Śrīvijaya. Cornell University Press. (Hlm. 110-115).
Jurnal
Aliyas, M. (2015). Islamization and the Socio-Economic History of Jambi Malay. International Journal of Islamic Education, Research and Multiculturalism (IJIERM), 1(1), 4-12. (Hlm. 4).
McKinnon, E. E. (1993). A Note on Finds of Early Chinese Ceramics… Journal of Southeast Asian Studies, 24(2), 227-238. (Hlm. 228).
Purnomo, P., & Barus, E. (2020). Penetration of Dutch Colonial Power… Journal of Maritime Studies and National Integration, 4(1), 73-82. (Hlm. 75).
Rosmiati, N., et al. (2025). Historical Review Of Jambi Until The 17th Century. International Journal of Multidisciplinary Sciences and Arts, 3(2), 75-84. (Hlm. 78-80).
Shih, I-Tsing. (695 CE). A Record of Buddhist Practices… (Translation of the Tang Dynasty Records). (Hlm. 15).
Usman Abu Bakar. (1992). Pendidikan Islam di Jambi… Disertasi S.3, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Hlm. 57).
Veth, P. J. (1840). Het land Djamli en zijne bewoners. Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië. (Hlm. 30).
