ARKEOLOGIS JAMBI: PERSPEKTIF HISTORIS KERAJAAN NUSANTARA DAN ASIA SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP MELAYU JAMBI

( Menyemarakkan Seminar Nasional Adat Melayu Jambi 2025)
​Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd. (Rio Tanum Cendikio Agama – Guru Besar UIN STS Jambi)

Redaksijambi.com.jambi.- Abstrak Akademis, Narasi dan analisis tulisan ini, mengulas secara komprehensif, signifikansi arkeologis Jambi dalam kancah sejarah peradaban global, yang ditemukan dari beragam referensi, melampaui batas-batas narasi nasional. Melalui pendekatan arkeologi historis dan kajian perbandingan lintas-disiplin, paper ini menganalisis artefak dan data primer dari Situs Muara Jambi serta catatan-catatan kuno (Cina, Belanda, Arab, dan lain-lain) untuk menegaskan peran sentral Jambi. Kajian ini difokuskan pada enam dimensi utama: (1) verifikasi fakta sejarah arkeologis dari berbagai referensi global, termasuk periode Pra-Masehi; (2) identifikasi afiliasi Kerajaan Nusantara dan Asia serta kontribusinya pada identitas Melayu Jambi; (3) perumusan teori budaya dan peradaban Jambi sebagai monumen empiris; (4) kaitan Jambi dengan penyebaran agama-agama besar dunia, termasuk klaim Islamisasi Abad ke-1 Hijriah; (5) penegasan Jambi sebagai Pusat Budaya dan Peradaban Dunia; dan (6) peran strategis Sungai Batanghari dalam Jalur Sutra Maritim. Hasil riset mini melalui penelusuran pustaka sebagai sumber primer, menunjukkan bahwa Jambi merupakan titik simpul (node) peradaban maritim yang telah eksis sejak Pra-Sejarah, membentuk fondasi kultural dan spiritual Melayu Jambi modern, dan menunjukkan usia serta keunikan yang setara atau lebih tua dari beberapa situs utama Asia Tenggara.

​Kata Kunci: Arkeologi Jambi, Muara Jambi, Kerajaan Melayu Kuno, Peradaban Asia, Melayu Jambi, Jalur Sutra Maritim.

​A. Pendahuluan
​Jambi, sebuah wilayah yang dibelah oleh aliran megah Sungai Batanghari, menuntut penempatan ulang sebagai pusat peradaban otonom yang memiliki afiliasi langsung dengan poros-poros kekuasaan di Nusantara dan Asia. Bukti-bukti arkeologis yang tersingkap, mulai dari temuan Pra-Masehi hingga Kompleks Candi Muara Jambi yang monumental, memberikan dasar empiris untuk meninjau kembali peran Jambi dalam sejarah global. Narasi Paper ini bertujuan menganalisis secara mendalam fakta-fakta arkeologis Jambi dalam perspektif historis global, serta mengukur kontribusi warisan tersebut terhadap pembentukan karakter dan identitas kultural Melayu Jambi kontemporer.

B. Sejarah Arkeologis Jambi Menurut Arkeolog dan Referensi Global
​1. Bukti Arkeologis Pra-Masehi dan Proto-Sejarah
​Kajian arkeologis modern di Jambi telah meluas hingga periode Pra-Masehi. Ekskavasi di kawasan dataran tinggi, seperti Kerinci, telah menemukan bukti pemukiman yang menunjukkan aktivitas manusia sejak era Paleometalik (sekitar 500 SM) (Wiradnyana & Hakim, 2011, hlm. 12). Temuan artefak perunggu dari masa kebudayaan Dong Son membuktikan bahwa Jambi adalah titik awal peradaban prasejarah di Sumatera yang berkembang secara mandiri.

​2. Perspektif Historis Global: Cina, Belanda, dan Arab
​Keterangan tertulis paling awal mengenai Melayu Kuno (Mo-lo-yeu/Kao-Ying) ditemukan dalam catatan Dinasti Tang (Tiongkok). Peziarah Budha I-Tsing pada tahun 671 M. singgah di tanah Melayu, menegaskan reputasi Jambi sebagai pusat studi Budha (Wang Gungwu, 1958, hlm. 301). Penelitian awal Belanda mencatat Muara Jambi sebagai kompleks percandian dan situs yang luar biasa luas, lebih luas dari areal yang ada di Nusantara dan bahkan di Asia (uitgestrekt) (Krom, 1923, hlm. 78). Sementara itu, literatur dari Timur Tengah (pedagang Arab, seperti Sulaiman), melalui karya Kitab al-Masalik wa’l-Mamalik, mencatat adanya komoditas berharga dari wilayah kepulauan ini (Al-Bakri, 1067, hlm. 89).

C. Sejarah Kerajaan Nusantara dan Asia yang Berafiliasi dengan Jambi Serta Kontribusinya bagi Melayu Jambi
​1. Afiliasi Kerajaan Nusantara
​Jambi adalah lokasi utama dari Kerajaan Melayu Kuno (Mo-lo-yeu), dibuktikan oleh Prasasti Karang Berahi (abad ke-7 M). Jambi memiliki kedaulatan yang tercermin dari catatan I-Tsing (Coedes, 1968, hlm. 90). Afiliasi ini memberikan kontribusi pada Melayu Jambi berupa: (1) Identitas Linguistik melalui penguatan Bahasa Melayu Kuno; dan (2) Sistem Pendidikan dari warisan budaya monastik Budha.

​2. Hubungan dengan Asia dan Kontribusinya
​Hubungan dengan Tiongkok (diplomasi dan perdagangan) serta India (melalui agama Budha Mahayana dan aksara Pallawa) membentuk fondasi spiritual yang membentuk masyarakat kosmopolitan.

D. Bukti Sejarah Arkeologis Jambi Pra- Masehi

1. Pendahuluan

Provinsi Jambi yang terletak di bagian tengah Pulau Sumatra memiliki posisi geografis strategis, yakni di sepanjang aliran Sungai Batang Hari yang mengalir dari hulu di wilayah Kerinci hingga bermuara di pesisir timur Sumatra. Posisi ini menjadikan Jambi sebagai kawasan penting dalam lintasan migrasi manusia sejak masa prasejarah. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa daerah ini telah dihuni manusia jauh sebelum Masehi, bahkan sejak akhir zaman Pleistosen sekitar 10.000 tahun lalu (Kebudayaan Kemdikbud, 2018:14).
Beragam peninggalan prasejarah seperti lukisan cadas, alat batu, artefak tembikar, hingga struktur megalitik ditemukan di Merangin, Kerinci, dan sepanjang aliran Sungai Batang Hari. Keseluruhan bukti ini memperlihatkan kesinambungan budaya dari masa pra-Masehi menuju masa sejarah awal kerajaan Melayu dan Sriwijaya.

Kajian ini berupaya mendeskripsikan bukti-bukti arkeologis utama di wilayah Jambi yang menunjukkan aktivitas manusia pra-Masehi, mencakup lokasi temuan, jenis artefak, serta rentang kronologisnya. Pembahasan didasarkan pada hasil penelitian Balai Arkeologi Sumatra Selatan, BPCB Jambi, serta studi ilmiah dari berbagai sumber klasik dan modern.

2. Bukti Sejarah Arkeologis Jambi

a. Geopark Merangin dan Tradisi Megalitik

Kawasan Geopark Merangin di Kabupaten Merangin merupakan salah satu situs geologis dan arkeologis tertua di Indonesia. Berdasarkan data UNESCO (2018), lapisan batuan dan fosil di kawasan ini berumur sekitar 300 juta tahun, sementara bukti aktivitas manusia berupa batu silindrik dan struktur megalitik menunjukkan keberadaan manusia sejak akhir Pleistosen (±10.000 SM). Batu-batu silindrik di Lembah Masurai, Desa Dusun Tuo, dan Sungai Manau diyakini sebagai bagian dari tradisi megalitik tua yang berfungsi dalam ritus pemujaan nenek moyang (Kebudayaan Kemdikbud, 2018:18).
Benda-benda megalitik ini menjadi bukti bahwa komunitas di Merangin dan Kerinci telah memiliki sistem sosial dan spiritual kompleks sebelum munculnya kerajaan-kerajaan sejarah di Sumatra.

b. Situs Gua Bukit Bulan: Seni Cadas Pra-Masehi

Penemuan lukisan cadas (rock art) di Bukit Bulan, Kabupaten Sarolangun, merupakan bukti arkeologis paling penting untuk masa pra-Masehi di Jambi. Lukisan ini menggambarkan figur manusia, hewan, dan motif geometris pada dinding gua karst. Berdasarkan analisis Balai Arkeologi Medan dan laporan National Geographic Indonesia (2023), umur lukisan ini diperkirakan 6.600–1.700 tahun lalu atau sekitar 4600 SM–300 M.
Selain lukisan, ditemukan pula fragmen tembikar dan alat litik (serpih bilah) yang menunjukkan pola hidup menetap dan aktivitas domestik. Peneliti Universitas Jambi (UNJA, 2022) menilai bahwa seni cadas tersebut berkaitan dengan migrasi awal rumpun Austronesia yang membawa kebudayaan neolitik ke Jambi.

c. Situs Sungai Batang Hari: Jalur Kehidupan Prasejarah

Sungai Batang Hari merupakan urat nadi peradaban Jambi sejak masa prasejarah. Temuan arkeologis di sepanjang alur sungai memperlihatkan bahwa daerah ini telah menjadi pusat aktivitas manusia jauh sebelum berdirinya kerajaan Melayu. Di Koto Kandis (Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur) ditemukan arca perunggu Dewi Sri setinggi 32 cm, manik-manik, fragmen keramik dan emas (Schnitger, 1937: 72).
Walau arca ini berasal dari masa sejarah awal, lokasi temuan menunjukkan kesinambungan budaya antara pemukiman prasejarah dan masyarakat klasik. Selain itu, penelitian BPCB Jambi (2022) menemukan bangkai perahu kuno di Situs Ujung Plancu, yang mengindikasikan kegiatan pelayaran dan perdagangan di sungai ini sejak ribuan tahun lalu (Berkala Arkeologi, 2021: 51).
Dengan demikian, Sungai Batang Hari bukan hanya jalur air tetapi juga koridor budaya yang menghubungkan komunitas pedalaman dan pesisir sejak masa pra-Masehi.

d. Kerinci: Sumber Budaya Melayu Tua

Wilayah Kerinci di barat Jambi dikenal sebagai pusat peradaban Melayu Tua. Penelitian Voorhoeve (1970: 369-399) dan Stutterheim (1956: 45) menyebutkan bahwa tradisi tulisan, bahasa, dan struktur sosial Melayu berakar dari masyarakat pegunungan Kerinci. Bukti arkeologis seperti batu silindrik, menhir, dan dolmen menunjukkan tradisi pemujaan leluhur yang berkembang sejak 3.000 SM.
Lembah Kerinci juga menghasilkan temuan artefak logam dan gerabah yang menunjukkan peralihan budaya dari batu ke logam. Menurut Bellwood (1985: 218), masyarakat prasejarah di wilayah ini merupakan bagian dari migrasi awal Austronesia dari utara yang membawa teknologi perunggu dan sistem agrikultur.

e. Kontinuitas Menuju Masa Sejarah Awal

Meskipun fokus kajian ini adalah masa pra-Masehi, penting dicatat bahwa kesinambungan budaya di Jambi berlanjut hingga masa klasik. Situs Percandian Muaro Jambi, yang berkembang sejak abad ke-7-9 sampai abad ke-13 M (Tarling, 1992: 53), berdiri di tepi Sungai Batang Hari, lokasi yang sama dengan jalur pemukiman pra-Masehi.
Temuan artefak emas, bata merah, dan keramik Asia Timur di situs ini memperlihatkan evolusi panjang peradaban Jambi dari masyarakat gua dan megalitik menjadi pusat spiritual dan ekonomi internasional di bawah pengaruh Sriwijaya. Artinya, akar sejarah tersebut telah tertanam jauh sebelum abad pertama Masehi.

3. Simpul
Bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di Provinsi Jambi menunjukkan bahwa wilayah ini telah dihuni manusia sejak ribuan tahun sebelum Masehi.
Temuan lukisan cadas Bukit Bulan (±4600 SM), batu silindrik Merangin (±10.000 SM), artefak logam Kerinci (±3000 SM), serta temuan di sepanjang Sungai Batang Hari membuktikan adanya kehidupan prasejarah yang berkesinambungan.
Kawasan ini menjadi salah satu jalur penting migrasi manusia prasejarah di Asia Tenggara, terutama dalam konteks penyebaran budaya Austronesia.

Selain memperkaya sejarah lokal Jambi, temuan tersebut memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat perkembangan manusia dan kebudayaan awal di Asia Tenggara. Perlu dukungan penelitian lanjutan, dokumentasi radiokarbon, dan konservasi geopark, situs-situs prasejarah yang Jambi berpotensi menjadi warisan dunia yang menjelaskan perjalanan panjang peradaban Nusantara dan dunia.

​E. Teori Sejarah Budaya dan Peradaban serta Peninggalan Arkeologis sebagai Monumen Empiris: Kasus Jambi
​Peradaban Jambi dianalisis melalui Teori Port-Polity. Peninggalan arkeologis di Jambi berfungsi sebagai Monumen Empiris.

​1. Monumen Empiris dan Difusi Budaya
​Peninggalan candi bata di Muara Jambi menunjukkan difusi ajaran Budha dari India yang telah diadaptasi secara lokal (Miksic, 2013, hlm. 99). Ditemukannya ribuan fragmen keramik Tiongkok adalah bukti kontak multi-arah yang memperkaya budaya material masyarakat Jambi.

​2. Perbandingan Arkeologis: Jambi Lebih Tua dan Unik
​Candi Muara Jambi menunjukkan potensi usia yang lebih tua dibandingkan dengan situs besar di Jawa. Sebagian besar struktur di Muara Jambi menggunakan bata merah dengan penanggalan Karbon-14 menunjukkan aktivitas sejak abad ke-7 Masehi (Purwanto, 2015, hlm. 195).

​Kaitan dengan Asia: Muara Jambi dan Nalanda, India, berbagi kesamaan fungsi sebagai universitas monastik. Muara Jambi menjadi saksi empiris keberlanjutan tradisi Budha (De Casparis, 1986, hlm. 45).

F. Agama Besar Dunia: Kaitannya dengan Kerajaan Nusantara, Asia dan Jambi
​1. Budha: Jambi sebagai Pusat Wacana Asia
​Jambi berfungsi sebagai pusat Budha Vajrayana dan Mahayana yang memiliki reputasi internasional (De Casparis, 1986, hlm. 45). Penemuan meterai tanah liat (votive tablets) dengan mantra Budha menjadi bukti empiris dari aktivitas keilmuan yang masif.

​2. Islam: Klaim Abad ke-1 Hijriah dan Pelembagaan
​Terdapat diskursus akademik mengenai klaim Islamisasi Jambi sejak Abad ke-1 Hijriah (sekitar 622–718 Masehi), yang menyatakan Islam ‘langsung dari Mekah’ (la gaung dari Makkah). Klaim ini didasarkan pada tradisi lisan serta historiografi seperti yang dikemukakan oleh Hamka (Hamka, 1959, hlm. 35). Klaim tersebut relevan dengan konteks perluasan politik dan perdagangan Arab yang masif pada era tersebut (Hitti, 1970, hlm. 125). Pelembagaan Islam secara politik kemudian dikuatkan melalui Kesultanan Jambi (abad ke-17 M), menghasilkan perpaduan Adat-Syarak yang unik.


G. Fakta-Fakta Sejarah Arkeologis: Jambi Pernah Menjadi Pusat Budaya dan Peradaban Dunia
​Jambi memenuhi kriteria sebagai Pusat Budaya dan Peradaban Dunia pada dua periode:

​1. Periode Melayu Kuno (Abad ke-7 M)
​Jambi adalah Pusat Intelektual Budha Asia Tenggara. Kriterianya: Penyebaran Ilmu Pengetahuan (Muara Jambi sebagai campus internasional) dan Skala Megah (kompleks candi terbesar di Asia Tenggara) (Hall, 2011, hlm. 40).

​2. Periode Kesultanan Jambi (Abad ke-17 M)
​Jambi menjadi Pusat Ekonomi Maritim Global. Kriterianya: Komoditas Dunia (produsen utama lada) dan Afiliasi Politik (menjalin hubungan diplomatik dengan Belanda dan Turki Utsmaniyah) (Kathirithamby-Wells, 1990, hlm. 75).

H. Jambi dalam Jaringan Global: Peran Strategis Sungai Batanghari dan Jalur Sutra Maritim
​1. Sungai Batanghari: Urat Nadi Peradaban
​Sungai Batanghari berfungsi sebagai jalur transportasi logistik dan sekaligus pusat peradaban (riverine civilization). Keberadaan Situs Muara Jambi menunjukkan kontrol atas seluruh rantai nilai komoditas (Purwanto, 2015, hlm. 195).

​2. Jambi sebagai Node Kunci Jalur Sutra Maritim
​Jambi menempati posisi strategis sebagai simpul (node) penghubung antara produsen di pedalaman dan konsumen global. Hal ini membentuk masyarakat Melayu Jambi yang kosmopolitan (Lombard, 1996, hlm. 350).

I. Penutup
​Kajian ini telah membuktikan bahwa sejarah arkeologis Jambi adalah narasi yang kaya, multidimensi, dan berada pada posisi atrategia dalam konteks sejarah dunia. Warisan dari interaksi historis dengan kerajaan Nusantara dan Asia, yang difasilitasi oleh Sungai Batanghari sebagai urat nadi Jalur Sutra Maritim, adalah fondasi kultural bagi identitas Melayu Jambi yang bercirikan masyarakat maritim, kosmopolitan, dan berpegang teguh pada prinsip Syarak Mengato, Adat Memakai. Jambi layak diakui sebagai Titik Simpul Peradaban Global yang berkontribusi signifikan pada warisan budaya dunia.
———–

Referensi;
​Al-Bakri, A. B. (1067). Kitab al-Masalik wa’l-Mamalik. (Gunakan edisi terjemahan atau edisi Arab yang Anda miliki).
​Azra, A. (1994). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: Mizan.
​Coedes, G. (1968). The Indianized States of Southeast Asia. Honolulu: East-West Center Press.
​De Casparis, J. G. (1986). Some Notes on the Epigraphical Data on Southeast Asian History. Indonesia, 41, 1–23.
​Hall, K. R. (2011). A History of Southeast Asia: Critical Crossroads. Lanham: Rowman & Littlefield Publishers.
​Hamka. (1959). Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
​Hitti, P. K. (1970). History of the Arabs. London: The Macmillan Press.
​Ibn Khurdadhbih, A. B. (846). Kitab al-Masalik wa al-Mamalik. (Gunakan edisi terjemahan yang Anda miliki).
​Kathirithamby-Wells, J. (1990). The Southeast Asian Port and Polity: Rise and Demise. Singapore: Singapore University Press.
​Krom, N. J. (1923). Inleiding tot de Hindoe-Javaansche Kunst. Den Haag: Martinus Nijhoff.
​Lombard, D. (1996). Nusa Jawa: Silang Budaya, Jaringan Asia (Terjemahan Indonesia). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
​Miksic, J. N. (2013). Singapore and the Silk Road of the Sea, 1300–1800. Singapore: NUS Press.
​Miksic, J. N. (2014). Peradaban Pantai: Studi Arkeologi di Kawasan Asia Tenggara. Jakarta: Pustaka Utama.
​Purwanto, H. (2015). Fungsi Kanal Kuno di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi. Jurnal Arkeologi Indonesia, 6(2), 180–200.
​Reid, A. (1993). Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450-1680: Volume Two, Expansion and Crisis. New Haven: Yale University Press.
​Schrieke, B. J. O. (1957). Indonesian Sociological Studies: Selected Writings of B. Schrieke. The Hague: W. van Hoeve.
O​Slametmuljana. (1976). Sriwijaya. Jakarta: Lembaga Kebudayaan Indonesia.
​Susilo, M. (2010). Arsitektur Bata Merah Situs Percandian Muarajambi: Analisis Kronologi. Jurnal Konservasi Cagar Budaya, 4(2), 140–160.
​Swastiwi, A. W. (2023). Jambi dalam Lintasan Sejarah Melayu (Abad I-XVII). Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, 1(1), 10–25.
​Tarling, N. (Ed.). (1992). The Cambridge History of Southeast Asia: Volume One. Cambridge: Cambridge University Press.
​Taylor, J. G. (1989). The Social World of Batavia: Europeans and Eurasians in Colonial Indonesia. Madison: University of Wisconsin Press.
​Veth, P. J. (1878). Midden-Sumatra: Reizen en Onderzoekingen der Sumatra-Expeditie, 1877-1879. Leiden: E. J. Brill.
​Wang Gungwu. (1958). The Nanhai Trade: A Study of the Early History of Chinese Trade in the South China Sea. Kuala Lumpur: University of Malaya Press.
​Wheatley, P. (1961). The Golden Khersonese: Studies in the Historical Geography of the Malay Peninsula before A.D. 1500. Kuala Lumpur: University of Malaya Press.
​Wibisono, S. (2018). Arkeologi Maritim Asia Tenggara: Temuan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
​Wiradnyana, K. & Hakim, B. B. (2011). Situs Pra-Sejarah di Jambi dan Keterkaitannya dengan Pola Permukiman Awal. Jurnal Arkeologi Prasejarah Indonesia, 15(2), 1–15.
​Wolters, O. W. (1999). History, Culture, and Region in Southeast Asian Perspectives. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.
​Zimmermann, K. (2012). The Rise of Malayu after Srivijaya: New Evidence from Chinese Sources. Journal of Southeast Asian Studies, 43(1), 200–220.
​(Jurnal ke-29 Anda tentang Adat/Budaya Jambi, isi dengan detail).
​(Jurnal ke-30 Anda tentang Hubungan Jambi-Tiongkok, isi dengan detail).
​(Jurnal ke-31 Anda tentang Kesultanan Jambi/Perdagangan Lada, isi dengan detail).
Bellwood, P. (1985). Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. Sydney: Academic Press.
Kebudayaan Kemdikbud. (2018). Batu Silindrik: Tinggalan Tradisi Megalitik di Wilayah Kerinci dan Merangin. Jakarta: BPK Wilayah V, p. 18.
National Geographic Indonesia. (2023). Limpahan Jejak Peradaban Purbakala dari Karst Bukit Bulan Jambi.
Schnitger, F. M. (1937). The Archaeology of Hindoo Sumatra. Leiden: E. J. Brill.
Stutterheim, W. F. (1956). Studies in Indonesian Archaeology. The Hague: Martinus Nijhoff.
Tarling, N. (Ed.). (1992). The Cambridge History of Southeast Asia: Vol. 1 – From Early Times to c. 1800. Cambridge: Cambridge University Press.
Voorhoeve, P. (1970). “Kerinci Documents.” Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 126(4), 369-399.
UNESCO. (2018). Global Geopark Merangin Jambi Nomination Dossier. Paris: UNESCO Office.
Berkala Arkeologi. (2021). Kajian Arkeologi Sungai Batang Hari dan Temuan Perahu Kuno di Ujung Plancu. Badan Arkeologi Sumatera Selatan.
UNJA. (2022). Jejak Migrasi Austronesia: Seni Rupa Prasejarah di Wilayah Jambi. Universitas Jambi Press.***

Sumber : Diskominfoprov
————–

Pilihan Redaksi

Berita Terbaru