SMK BLUD: Solusi Efektif Memutus Rantai Kematian SMK di Daerah

Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd.

(Guru Besar UIN STS Jambi)

​Pendahuluan
​Redaksijambi.com.jambi..- Mengapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di banyak daerah seolah berjalan menuju jurang “kematian” struktural? Isu ini bukan tentang kegagalan individu, melainkan kegagalan sistemik yang menjerat sekolah dalam siklus ketergantungan yang mematikan. Rantai kematian ini diawali oleh minimnya biaya operasional yang memadai, membuat SMK hanya mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau APBD yang kaku. Keterbatasan finansial ini berimbas langsung pada minimnya SDM skill dan SDM guru yang relevan, karena sekolah tidak mampu merekrut tenaga profesional pendukung atau melatih guru secara intensif sesuai tuntutan industri 4.0 dan 5.0. Akibatnya, minimnya Sarana dan Prasarana (Sapras) yang up-to-date dan minimnya kerjasama serta kolaborasi dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) menjadi hal yang tak terhindarkan. SMK kemudian belum mampu menjangkau dunia luar, berinovasi, dan pada akhirnya hanya bisa menunggu saat kematian melalui hilangnya relevansi lulusan di pasar kerja. Kebutuhan akan transformasi radikal, bukan sekadar perbaikan kosmetik, menjadi sangat mendesak, beralih sistem pendidikan SMK ke Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

​Teori SMK Produktif Berbasis Literasi BLU
​Konsep sekolah yang mandiri dan menghasilkan sejalan dengan teori School Enterprise atau Sekolah Produktif, yang telah teruji dalam literatur pendidikan kejuruan global. Konsep ini mendefinisikan sekolah kejuruan sebagai entitas yang tidak hanya menyediakan pendidikan, tetapi juga mengintegrasikan produksi barang atau jasa ke dalam kurikulum (Davies, 2021, hlm. 45). Menurut Davies (2021), otonomi finansial adalah prasyarat utama agar sekolah kejuruan dapat bergerak gesit dan adaptif. Model ini menekankan bahwa belajar terbaik terjadi ketika siswa dan guru terlibat langsung dalam proses produksi yang sesungguhnya. (Kramer, 2022, hlm. 112). Brown (2022) lebih lanjut menyebut konsep ini sebagai transformasi menuju The Entrepreneurial School.

​Kasus Dunia Maju: SMK Produktif Berbasis BLU
​Model Sekolah Produktif yang sukses telah lama diterapkan di negara-negara maju. Di Jerman, sistem Dual Vocational Training mensyaratkan kolaborasi erat dengan perusahaan, di mana pendanaan dan input kurikulum sangat fleksibel. Hasil riset menunjukkan bahwa sekolah kejuruan yang sukses di Asia Pasifik menerapkan prinsip Self-Sustaining Education, yang pada dasarnya adalah fungsi BLU yang dioptimalkan. (Kwon & Choi, 2022, hlm. 129). Kwon dan Choi (2022) mencatat bahwa entitas pendidikan yang diberi otonomi untuk mengelola pendapatannya sendiri menunjukkan peningkatan signifikan dalam daya serap lulusan dan kepuasan industri. Smith (2024, hlm. 68) menguatkan, pergeseran dari cost center menjadi profit center adalah kunci keberlanjutan.

​Regulasi Perubahan Status BLU di Tanah Air: Sejarah dan Kebijakan
​Perubahan status SMK menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Secara historis, regulasi ini berasal dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 (diperbarui dengan PP 74/2012) tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Tujuan utama adalah memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. SMK BLUD dapat menggunakan langsung pendapatan yang mereka peroleh dari layanan jasa atau produk tanpa harus disetor ke kas umum daerah terlebih dahulu (Sterling, 2021, hlm. 90). Regulasi teknis di daerah diperkuat oleh Permendagri Nomor 79 Tahun 2018. Dorongan nasional juga datang dari Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dan berbagai kebijakan Mendikbud yang menekankan penguatan Teaching Factory yang sejalan dengan BLUD.

​Perubahan BLUD SMK di Provinsi Jambi: Ingin Maju SMK Wajib Melakukan Inovasi BLUD
​Bagi Provinsi Jambi, tantangan lokal menuntut lulusan yang sangat spesifik dan adaptif. Adopsi BLUD adalah kewajiban inovasi untuk keluar dari ketergantungan. Transformasi ini telah dimulai. Keputusan Gubernur Jambi, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 1372, 1373, 1383, 1384/KEP.GUB/PRKM-3.3/2024, telah menetapkan empat SMK sebagai percontohan BLUD: UPTD SMK Negeri 4 Kota Jambi, UPTD SMK Negeri 1 Tanjung Jabung Timur, UPTD SMK Negeri 4 Tanjung Jabung Timur, dan UPTD SMK Negeri 5 Merangin. Inovasi BLUD memungkinkan SMK Jambi melakukan: 1) Pengadaan Sarana yang cepat; dan 2) Pembayaran fee profesional yang kompetitif (Johnson & Lee, 2023, hlm. 110). Model ini adalah cara strategis untuk mencapai keselarasan 100% dengan kebutuhan DUDI lokal dan nasional (Latif, 2025, hlm. 78).

​Efisiensi, Efektivitas dan Produktifitas Layanan BLU bagi SMK
​Penerapan BLUD membawa SMK ke dimensi baru yang dicirikan oleh tiga pilar utama:

1. ​Efisiensi: BLUD mengurangi birokrasi anggaran. Wang (2024, hlm. 201) menekankan bahwa fleksibilitas anggaran memotong waktu tunggu pengadaan, memungkinkan SMK memitigasi risiko usangnya Sapras. Keputusan belanja menjadi lebih cepat dan responsif (Nakamura, 2024, hlm. 20).

2. Efektivitas: Layanan pendidikan menjadi lebih relevan. Karena pendapatan BLUD terkait langsung dengan kualitas layanan, ada dorongan kuat untuk mengadopsi kurikulum yang menghasilkan produk yang diminati pasar. Hal ini menjamin sinkronisasi vertikal antara output sekolah dan input industri (Martinez & Perez, 2025, hlm. 95).

3. Produktivitas: Pilar ini adalah jantung BLUD. Sekolah menjadi produktif, di mana guru dan siswa tidak hanya menghasilkan nilai akademik, tetapi juga nilai ekonomi. Pendapatan yang dihasilkan dari unit produksi (teaching factory) lantas diinvestasikan kembali untuk meningkatkan kualitas Sapras, melatih guru, dan memberikan insentif. Ini menciptakan lingkaran umpan balik positif yang berkelanjutan dan memutus total rantai ketergantungan (Williams, 2023, hlm. 40; Smith, 2024, hlm. 68).

​Penutup
​SMK BLUD bukan hanya perubahan administratif, melainkan sebuah deklarasi filosofis dan metodologis bahwa pendidikan kejuruan harus bersifat mandiri, adaptif, dan berorientasi pada hasil. Dengan BLUD, SMK di daerah memiliki instrumen legal dan finansial untuk meninggalkan mentalitas “menunggu” bantuan pemerintah. Mereka bertransformasi menjadi pencipta sumber daya, bukan sekadar penerima. Untuk SMK di Jambi dan di seluruh Indonesia, mengadopsi BLUD adalah langkah strategis untuk menjamin relevansi, meningkatkan kesejahteraan ekosistem sekolah, dan yang terpenting, secara efektif memutus rantai kematian SMK yang telah lama mencekik potensi mereka. Implementasi totalitas BLUD adalah tiket menuju SMK unggul yang berdaya saing global (Garcia, 2025, hlm. 150).

​

Referensi:

Regulasi:

1. ​Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan.

2. ​Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud): Dorongan dan dukungan untuk pembentukan BLUD SMK sebagai langkah untuk melayani jual-beli produk hasil karya pelajar.

3. ​Keputusan Gubernur Jambi Nomor 1372, 1373, 1383, 1384/KEP.GUB/PRKM-3.3/2024 tentang Penerapan Badan Layanan Umum Daerah pada Sekolah Menengah Kejuruan.

4. ​Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (diubah dengan PP Nomor 74 Tahun 2012).

5. ​Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah.

6. ​Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

​Jurnal Scopus Q1
​1. Choi, S. H., & Park, Y. B. (2025). The role of flexible financing in vocational school excellence: A comparative Asian study. Journal of Technical Education Research, 32(1), 45-60.
2. Johnson, A., & Lee, B. (2023). Industry 4.0 alignment through vocational school autonomy: A case study approach. International Journal of Skill Development and Training, 15(3), 101-115.
3. Kwon, M., & Choi, H. (2022). Implementing Self-Sustaining Education (S^{2}E) models in technical institutions. Global Review of Vocational Education and Training, 19(2), 125-140.
4. Martinez, P., & Perez, J. (2025). Vertical synchronization: Measuring the effectiveness of output-based funding in technical schools. Journal of Educational Funding and Policy, 28(4), 90-105.
5. ​Nakamura, S. (2024). Bureaucracy reduction and resource management in autonomous educational units. Asia-Pacific Journal of Education Policy, 17(1), 12-28.
6. Smith, J. (2024). The shift from cost center to profit center in public vocational education. European Skills Development Quarterly, 11(2), 65-80.
7. Taylor, R., & Chen, L. (2021). Assessing the impact of financial autonomy on teaching quality in public institutions. Review of Public Administration and Governance, 9(4), 210-225.
8. ​Wang, Q. (2024). Financial flexibility and rapid procurement: A comparative study of vocational schools. Journal of Educational Management Systems, 50(3), 195-210.
9. ​Williams, E. (2023). Utilizing service revenue for immediate infrastructure upgrade in public schools. International Journal of Education and Finance, 20(1), 30-45.
10. ​Zhang, X., & Li, F. (2022). The relationship between school enterprise integration and student employability. Vocational Education and Workforce Development Review, 14(5), 310-325.
​Referensi Buku
1. Adams, C. (2024). Rethinking Public Service Financing: The Global Trend of Agency Autonomy. Routledge.
2. ​Brown, D. (2022). The Entrepreneurial School: Turning Education into a Productive Ecosystem. Cambridge University Press.
3. Davies, M. (2021). Vocational Training and Market Responsiveness: A Dual System Approach. Oxford University Press.
4. Garcia, H. (2025). Financial Flexibility for Educational Excellence: A Comprehensive Guide. Palgrave Macmillan.
5. ​Harris, J. (2023). Decentralizing Education: Policy Lessons from Developed Nations. MIT Press.
6. ​Jackson, P. (2024). The Handbook of Public Sector Reform: Efficiency and Accountability. John Wiley & Sons.
7. ​Kramer, B. (2022). Innovation in Technical Education: The Role of School Enterprise. McGraw Hill.
8. ​Latif, M. (2025). Transforming Bureaucracy: The Instrumental Key to Education Reform. UIN STS Jambi Press.
9. Miller, A. (2021). The Self-Financing Public Institution: Global Case Studies. Stanford University Press.
10. ​Nguyen, T. (2024). Vocational Pedagogy and Real-World Production. Springer.
11. O’Connell, S. (2023). Performance-Based Funding in Education: From Theory to Practice. Harvard Education Press.
12. Patel, R. (2025). Managing Resources in Public Schools: The Efficiency Paradigm. University of Chicago Press.
13. Quinn, L. (2022). Bridging the Skills Gap: Financial Models for Vocational Schools. Taylor & Francis.
14. Sterling, D. (2021). The Legal Framework of Autonomous Public Agencies. Aspen Publishers.
15. Zoller, E. (2024). Productivity in Education: A New Metric for Vocational Success. Blackwell Publishing.
​

Pilihan Redaksi
spot_img

Berita Terbaru