Redaksijambi.com.JAMBI — Dalam studi kebijakan publik kontemporer, keberhasilan kepala daerah tidak lagi diukur semata melalui banyaknya penghargaan, melainkan melalui keterhubungan yang jelas antara kebijakan publik, capaian indikator, dan dampak sosial-ekonomi yang dirasakan masyarakat. Pendekatan ini dikenal sebagai outcome-based governance.
Pendekatan tersebut semakin relevan pada 2025, ketika hampir seluruh pemerintah daerah di Indonesia menghadapi tekanan efisiensi anggaran sebagai dampak penyesuaian fiskal nasional dan kebutuhan menjaga stabilitas ekonomi pascapandemi. Dalam konteks inilah, efektivitas kepemimpinan diuji bukan dari besarnya anggaran, tetapi dari kemampuan mengelola keterbatasan fiskal menjadi kinerja yang tetap berdampak.
Sepanjang tahun 2025, kepemimpinan Gubernur Jambi Al Haris menunjukkan pola tersebut. Sejumlah kebijakan strategis tetap berjalan meskipun ruang fiskal daerah tidak ekspansif, memperlihatkan bahwa efektivitas pemerintahan tidak selalu berbanding lurus dengan besaran belanja, tetapi dengan kualitas perencanaan, prioritas program, dan ketepatan sasaran.
Kajian ini menganalisis kinerja Al Haris sepanjang 2025 dengan pendekatan analisis berbasis hasil (outcome-based analysis), sekaligus menempatkannya dalam konteks tantangan efisiensi anggaran daerah.
A. Efisiensi Anggaran Daerah: Realitas APBD Provinsi Jambi 2025
Pada tahun anggaran 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi ditetapkan sebesar Rp4,575 triliun, dengan defisit sekitar Rp49,85 miliar setelah dibahas bersama DPRD Provinsi Jambi.
Dalam konteks efisiensi fiskal yang digalakkan pemerintah pusat melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, pemerintah daerah menyesuaikan belanja kegiatan termasuk pemangkasan perjalanan dinas dan biaya tak prioritas hingga 50% sesuai arahan nasional.
Berdasarkan kajian kebijakan dan diskusi bersama TAPD dan Banggar DPRD, estimasi efisiensi anggaran yang direalokasi oleh Pemerintah Provinsi Jambi mencapai sekitar Rp179 miliar dari total belanja yang disusun dalam APBD 2025. Dana ini diperoleh dari penajaman belanja operasional, pembatasan kegiatan seremonial, serta penyesuaian belanja lainnya sebagai respons terhadap tuntutan efisiensi fiskal tanpa mengurangi prioritas layanan publik.
Efisiensi semacam ini menunjukkan bahwa Pemprov Jambi mampu mempertahankan program-program strategis seperti pendidikan, digitalisasi ekonomi, dan perlindungan sosial meskipun ruang fiskal semakin tertekan, suatu indikator spontan dari spending better — bukan sekadar spending more.
B. Transparansi Publik dan Dampaknya terhadap Tata Kelola Pemerintahan
Pada 2025, Pemerintah Provinsi Jambi kembali meraih Anugerah Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan predikat Informatif. Secara normatif, capaian ini mencerminkan kepatuhan terhadap UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Namun dalam konteks efisiensi anggaran, keterbukaan memiliki dampak yang lebih luas, antara lain:
Meningkatnya akuntabilitas belanja daerah
Menurunnya potensi pemborosan dan sengketa administrasi
Meningkatnya partisipasi publik dalam pengawasan kebijakan
Dengan keterbatasan fiskal, transparansi menjadi instrumen penting untuk memastikan setiap rupiah APBD memiliki justifikasi manfaat publik. Capaian ini menempatkan Pemprov Jambi pada fase governance maturity, di mana efisiensi dan akuntabilitas berjalan beriringan.
C. Pertumbuhan Ekonomi, Digitalisasi, dan Efektivitas Intervensi Pemerintah
Secara makro, ekonomi Provinsi Jambi pada 2025 tumbuh sekitar 4,99 persen, dengan inflasi terkendali di kisaran 2,7 persen (yoy). Pertumbuhan ini dicapai di tengah keterbatasan stimulus fiskal daerah.
Salah satu faktor kunci adalah akselerasi digitalisasi ekonomi, sebagaimana tercermin dalam data Bank Indonesia Perwakilan Jambi:
± 394 ribu merchant QRIS
± 596 ribu pengguna aktif
18,7 juta transaksi dengan nilai sekitar Rp2,4 triliun
Digitalisasi ini relatif minim beban anggaran, namun berdampak besar pada:
1. Peningkatan inklusi keuangan UMKM
2. Penurunan biaya transaksi usaha kecil
3. Penguatan perputaran ekonomi lokal
Dalam kajian ekonomi regional, kebijakan berbiaya rendah namun berdampak luas seperti ini menjadi contoh high-impact policy under fiscal constraint.
D. Pendidikan dan Pembangunan SDM di Tengah Pengetatan Fiskal
Program Dumisake Pendidikan tetap berjalan pada 2025 meskipun anggaran daerah tidak dalam kondisi ekspansif. Program ini menyasar siswa dari keluarga berpenghasilan rendah dan berdampak pada:
Penurunan risiko putus sekolah
Peningkatan akses pendidikan menengah dan lanjutan
Penguatan mobilitas sosial kelompok rentan
Capaian ini diperkuat dengan peringkat 4 besar nasional Pendidikan Agama Islam (PAI) 2025. Dalam perspektif pembangunan manusia, kebijakan ini mencerminkan keberanian menjaga investasi jangka panjang SDM, bahkan ketika ruang fiskal menuntut efisiensi jangka pendek.
E. Zakat, Perlindungan Sosial, dan Optimalisasi Sumber Non-APBD
Pada 2025, BAZNAS Provinsi Jambi mencatat potensi zakat hingga Rp100 miliar dan meraih penghargaan nasional. Optimalisasi zakat menjadi strategi penting dalam menghadapi keterbatasan APBD, dengan dampak:
Memperkuat bantuan sosial di luar APBD
Mendukung pembiayaan pendidikan dan UMKM
Memperluas jaring pengaman sosial berbasis komunitas
Dalam analisis kebijakan fiskal, zakat berfungsi sebagai complementary welfare system yang membantu pemerintah menjaga perlindungan sosial tanpa menambah tekanan fiskal.
F. Kepemimpinan Regional dan Respons Kemanusiaan
Di tengah fokus efisiensi internal, Pemprov Jambi tetap menunjukkan kapasitas respons kemanusiaan dengan menyalurkan:
25 truk logistik
Bantuan dana Rp2,5–4,5 miliar
kepada daerah terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Secara strategis, kebijakan ini menunjukkan bahwa efisiensi anggaran tidak menghilangkan dimensi empati dan solidaritas antar-daerah, yang menjadi indikator kepemimpinan publik modern.
G. Reformasi Administrasi dan Efektivitas Birokrasi
Capaian Akreditasi Kearsipan Nasional dengan nilai 90,56 (Sangat Memuaskan) berdampak langsung pada:
Efisiensi pengambilan keputusan
Kepastian hukum administrasi
Penurunan risiko maladministrasi
Administrasi yang tertata menjadi prasyarat penting agar kebijakan tetap efektif meskipun anggaran terbatas.
Kesimpulan Analitis
Jika diukur melalui pendekatan outcome-based governance, kinerja Gubernur Al Haris sepanjang 2025 menunjukkan konsistensi hubungan antara:
kebijakan → capaian → dampak → manfaat publik
Yang menjadi pembeda utama adalah kemampuan menjaga efektivitas program di tengah tekanan efisiensi anggaran—dengan APBD 2025 sebesar Rp4,575 triliun dan upaya efisiensi dialokasikan hingga ± Rp179 miliar dari komponen belanja yang tidak prioritas. Efisiensi ini tidak mengurangi implementasi program strategis, justru memaksa pemerintahan daerah untuk bekerja lebih efektif dan inovatif.
Dengan indikator tersebut, Al Haris secara objektif dapat dikategorikan sebagai salah satu gubernur paling efektif dan adaptif di Indonesia pada 2025, khususnya dalam konteks provinsi non-metropolitan yang menghadapi keterbatasan fiskal namun dituntut tetap berkinerja tinggi..
Sumber Diskominfoprov

