oleh Jhoni hadi Hambali
Pendakian gunung bukan sekadar aktivitas fisik yang menantang alam, tetapi juga sebuah perjalanan yang sarat risiko. Dalam konteks ini, manajemen ekspedisi memegang peran vital sebagai fondasi utama keberhasilan dan keselamatan sebuah perjalanan ke puncak. Sayangnya, masih banyak ekspedisi—baik individu maupun kelompok—yang mengabaikan aspek perencanaan dan manajemen, sehingga tak jarang berujung pada insiden yang bisa dicegah.
Perencanaan yang Komprehensif: Bukan Opsi, Tapi Kebutuhan
Manajemen ekspedisi bukan sekadar soal membawa logistik atau menyusun jadwal pendakian. Ia meliputi analisis risiko, kesiapan fisik dan mental anggota, komunikasi darurat, pembagian tugas, serta pemahaman medan. Tanpa perencanaan matang, situasi kecil seperti perubahan cuaca bisa berubah menjadi bencana.
Banyak kasus kecelakaan pendakian terjadi karena kelalaian dalam membaca prakiraan cuaca, membawa peralatan yang tidak sesuai, atau kurangnya koordinasi antar anggota tim. Hal ini memperlihatkan bahwa pendakian yang dikelola dengan asal-asalan tak ubahnya dengan berjudi di alam bebas.
Pentingnya Pemimpin Ekspedisi yang Kompeten
Seorang leader atau pemimpin ekspedisi harus memiliki kapasitas teknis, kecakapan komunikasi, serta ketegasan dalam pengambilan keputusan. Ia bertanggung jawab menjaga kohesi tim, memastikan semua prosedur keselamatan dijalankan, dan menengahi konflik yang mungkin muncul di lapangan.
Sayangnya, di era digital saat ini, banyak ekspedisi bersifat spontan, hanya bermodal informasi dari media sosial dan euforia sesaat, tanpa pemimpin yang punya pengalaman cukup. Hal ini menyebabkan banyak pendakian yang berakhir kacau atau bahkan tragis.
Logistik dan Etika Lingkungan
Manajemen logistik adalah aspek yang sering disepelekan. Jumlah makanan, alat masak, pakaian teknis, tenda, dan perlengkapan P3K harus dirinci sesuai durasi dan karakteristik gunung. Tidak sedikit pendaki yang terpaksa turun karena kehabisan logistik di tengah jalan, atau bahkan membuang sampah sembarangan karena tidak memperhitungkan manajemen limbah selama pendakian.
Etika lingkungan juga bagian penting dari manajemen ekspedisi. Prinsip “leave no trace” harus dipegang teguh, bukan hanya untuk menjaga kelestarian alam, tapi juga sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap generasi pendaki berikutnya.
Solusi dan Rekomendasi
1. Pelatihan Manajemen Ekspedisi harus menjadi syarat utama dalam organisasi pecinta alam atau komunitas pendaki, bahkan bagi pendaki perorangan.
2. Simulasi darurat dan pengenalan navigasi (GPS, peta, kompas) perlu dibudayakan.
3. Setiap ekspedisi idealnya memiliki SOP tertulis, termasuk skenario evakuasi, perizinan, dan jalur komunikasi dengan tim cadangan.
4. Gunung-gunung yang ramai pendaki perlu memiliki sistem check-in dan check-out digital atau manual yang melibatkan basecamp resmi.
5. Pemerintah dan pengelola gunung perlu mendorong pendidikan ekowisata dan etika konservasi dalam setiap briefing sebelum pendakian.
Mendaki gunung bukan hanya tentang mencapai puncak, tapi tentang bagaimana perjalanan itu dijalani dengan penuh tanggung jawab. Manajemen ekspedisi yang matang adalah jaminan utama agar pendakian tidak menjadi cerita duka yang bisa dicegah. Alam boleh liar, tapi manusia harus tetap bijak.penulis adalah salah satu potensi SAR Gunung hutan dan penggiat Alam Bebas.***